BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perilaku
serta budi pekerti dari para pelajar atau remaja saat ini sangatlah
memprihatinkan, tingkah laku dari seorang siswa kini sudah jarang mencerminkan
sebagai seorang pelajar. Diantara mereka cenderung bertutur kata yang kurang
baik, terkadang mereka bertingkah laku tidak sopan dan tidak lagi patuh
terhadap orang tua maupun terhadap gurunya. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh
kondusif tidaknya pendidikan budi pekerti yang mereka dapatkan, baik dari lingkungan
sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Keluarga
sebagai lingkungan pertama tentu saja memiliki factor yang penting dalam
membentuk pola perilaku seorang anak. Dalam hal ini diantaranya melalui
perhatian, kasih sayang serta penerapan budi pekerti yang baik dari orang tua
terhadap anaknya. Terlepas dari itu peran sekolah sebagai wahana dalam
penyampaian pengajaran dan pendidikan turut mempengaruhi pula tingkat
perkembangan budi pekerti seorang anak.
Namun
pengajaran budi pekerti di sekolah-sekolah pada saat ini belum diberikan secara
mandiri, dalam arti masih terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Mata
pelajaran yang dimaksud adalah Pendidikan Agama ataupun Pendidikan Pancasila,
namun pada umumnya para pendidik jarang sekali menyentuh mengenai pendidikan
budi pekertinya, karena pendidikan budi pekerti dianggap sebagai pemberian
ceramah-ceramah saja.
Peranan
Guru sebagai pentransfer ilmu sangatlah penting, seorang guru tidak hanya
memberikan pendidikan itu dalam bentuk materi-materi saja, tetapi lebih dari
itu harus dapat menyentuh sisi tauladannya. Sebab perilaku seorang gurulah yang
pertama-tama dilihat siswanya. Seorang guru selain memberikan pendidikan yang
bersifat materi pelajaran juga harus memberikan contoh yang baik dalam
sosialisasi kehidupan. Bagaimana murid akan berperilaku sesuai dengan yang
diajarkan oleh gurunya, jika gurunya sendiri tidak pernah memberikan contoh
yang baik terhadap anak didiknya.
Melihat
pada pola atau rimin pengajaran budi pekerti tersebut di atas, maka pemahaman
siswa mengenai konsep budi pekerti itu sangatlah sedikit, karena pengetahuan
yang mereka terima mengenai pendidikan budi pekerti ini sangatlah terbatas.
Tidak dapat dielakan lagi terhadap maraknya kasus tawuran antara
pelajar,penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan bebas, ugal-ugalan dan tindak riminal
lainnya yang makin meningkat. Keadaan ini sangatlah memprihatinkan masyarakat Indonesia yang
dikenal sebagai masyarakat yang beragama, beradab dan bebudaya. Jika
ditinjau lebih luas lagi yaitu merebaknya kasus KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme) di berbagai lembaga, baik lembga pemerintah maupun swasta, krisis
kepercayaan dan sebagainya. Hal ini membuktikan tentang rendahnya moralitas
masyarakat yang menunjukan kurang terserapnya pendidikan budi
pekerti. Maka dari itu Pendidikan budi pekerti sebagai salah satu harta karun
yang harus digali kembali dalam pendidikan di sekolah. Mengingat betapa
pentingnya budi pekerti untuk terjaminnya moral bangsa yang baik.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Dari
lingkungan mana seseorang pertama kali mendapatkan pendidikan budi pekerti ?
2. Bagaimana
pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah saat ini ?
3. Bagaimana
jika pendidikan budi pekerti diberikan hanya dalam lingkungan keluarga
saja ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pendidikan budi pekerti pertama kali didapat
oleh seorang manusia.
2.
Mengetahui pendidikan budi pekerti yang berlangsung di
sekolah-sekolah saat ini.
3.
Mengetahui bahwa betapa pentingnya pendidikan budi
pekerti sehingga pendidikan budi pekerti harus didapat dari berbagai lingkungan
kehidupan.
Sekolah
sebagai lembaga formal diharapkan mampu mentransfer berbagai disiplin ilmu,
budi pekerti dan keahlian. Sekolah sebagai lembaga pendidikan sangat diharapkan
selain dapat menciptakan manusia yang menguasai iptek juga manusia yang
memiliki imtak, yaitu manusia yang unggul secara intelektualitas, sosialitas
dan keimanan. Konsep mengenai budi pekerti itu sendiri sangatlah mendalam,
dimana budi pekerti dari tiap-tiap orang itu selain menunjukan
pengaruh-pengaruh dasar pembawaannya juga sebagian besar dipengaruhi oleh
berbagai pengalaman. Dimulai dari pengalaman yang didapat dari dalam lingkungan
keluarga maupun pengalaman-pengalaman yang didapat dari lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat.
Ki
Hajar Dewantara mencontohkan di dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
(1977:487) “Bahwa pendidikan budi pekerti bagi anak-anak kecil,bisa dicontohkan
oleh seorang pendidik atau guru dengan cara menganjur-anjurkan atau
memerintahkan anak-anak untuk duduk yang baik, jangan berteriak-teriak agar
tidak mengganggu anak yang lain,bersih badan dan pakaian, hormat terhadap ibu
bapak, menolong orang lain yang perlu pertolongan dan sebagainya. Untuk
anak yang sudah akhil baligh atau sudah dapat berfikir, yaitu dengan memberi
kesadaran tentang berbagai kebaikan dan keburukan namun selalu atas dasar
pengetahuan, kenyataan dan kebenaran. Anak-anak yang mulai dewasa dilatih untuk
melaksanakan berbagai kebaikan , seperti melatih mereka untuk berpuasa, menahan
hawa nafsu.
Untuk
yang sudah dewasa, mereka diusahakan supaya jangan bersikap kosong atau
ragu-ragu, mungkin kadang-kadang terombang-ambing oleh keadaan –keadaan yang
tidak mereka alami sebelumnya. Mereka harus sudah mengerti akan adanya hubungan
antara tata tertib lahir dan kedamaian bathin, dan harus sudah cukup
berlatih dan terbiasa untuk mengusai dirinya.”
Pelajaran
mengenai pendidikan budi pekerti sebenarnya pernah diberikan disekolah-sekolah
hingga tahun 1970-an. Selanjutnya pelajaran itu dihilangkan dan disisipkan
dengan mata pelajaran lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Dedi Supriadi
(2004:168) “Bahwa pendidikan budi pekerti baik sebagai mata pelajaran yang
berdiri sendiri maupun digandengkan dengan mata pelajaran Pendidikan Agama
dapat dikatakan telah ditinggalkan sejak diterapkannya kurikulum 1968. Selama
kurun waktu tersebut, pendidikan budi pekerti masih sempat disisipkan dalam
mata pelajaran Pendidikan Agama, PMP dan PPKn. Karena namanya juga disisipkan,
maka materi budi pekerti tidak menjadi primadona dalam kurikulum pendidikan.”
Pendidikan
budi pekerti pertama kali diperkenalkan dalam kurikulum 1947 sebagai salah satu
dari 16 mata pelajaran SD yang berdiri sendiri dan terpisah dari Pendidikan
Agama. Pada tingkat SLTP, pendidikan budi pekerti telah muncul dalam kurikulum
1962 dengan nama “Budi Pekerti” yang sekaligus merupakan salah satu dari 9
kelompok mata pelajaran yang terpisah dari mata pelajaran Agama. Namun materi
pendidikan budi pekerti tidak diperlakukan sebagai suatu mata pelajaran khusus
melainkan disisipkan dalam semua mata pelajaran SMP dan kegiatan sekolah.
Sedangkan tingkat SLTA, pendidikan budi pekerti tidak pernah dianggap sebagai
sesuatu yang penting untuk diajarkan. Hal ini tampak
dari tidak pernah tercantumnya budi pekerti dalam kurikulum SLTA, dengan asumsi
bahwa ditingkat SLTA muatan pendidikan lebih banyak diarahkan pada pengembangan
kemampuan akademik untuk bekal studi lanjut atau keterampilan produktif untuk
hidup ditengah masyarakat.( Dedi Supriadi, 2004:162-168)
Tujuan
dari pendidikan budi pekerti itu sendiri ialah membina dan membangun kejiwaan
serta keadaan seorang anak, sehingga anak tidak akan terpengaruh oleh
lingkungan atau pergaulan yang merugikan dan kalaupun mereka masih juga salah
pilih, maka setidak-tidaknya mereka sudah dapat berfikir secara bertanggung
jawab dan di dalam diri mereka sudah terbentuk suatu pundamen moral yang baik
sebagaimana yang diharapkan.
BAB III PEMBAHASAN
Masyarakat
Indonesia
pada umumnya mendapatkan pendidikan budi pekerti pertama kali dari lingkungan
keluarga. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Ngalim Purwanto M.P (1987
:148) bahwa “ Lingkungan pendidikan dimulai dari lingkungan keluarga, yang
kedua dari lingkungan pendidikan sekolah dan ketiga dari lingkungan
pendidikan masyarakat”. Berdasarkan uraian tersebut diatas jelaslah bahwa
lingkungan keluarga berperan sebagai pusat pendidikan pertama dan yang
terpenting dan yang meyediakan kebutuhan biologis dari seorang anak . Dalam hal
ini diantaranya melalui perhatian dan kasih sayang serta penerapan budi pekerti
yang baik. Karena sejak timbulnya adab kemanusiaan hingga kini, lingkungan
keluarga akan mempengaruhi tumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia.
Selanjutnya
pendidikan akan didapatkan dari lingkungan sekolah, Ki Hajar Dewantara
(1977:374) mengemukakan bahwa “Pendidikan sekolah hanya disandarkan pada aturan
pengajaran dengan system sekolah, dimana udara yang ada hanya udara
intelektualisme, sekolah cenderung memberikan keilmuan yang bersifat
rasionalitas saja sehingga tidak dipungkiri terabaikannya moralitas siswa”.
Terlepas dari itu masih terdapat guru yang mengutamakan terselesaikannya target
kurikulum dalam satu tahun ajaran ketimbang mengedepankan implementasinya dari
sikap dan sifat siswa. Berdasarkan uraian tersebut pendidikan budi pekerti di
sekolah-sekolah saat ini bisa dikatakan masih kurang. Terbukti bahwa pada
umumnya bahwa pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah saat ini masih kurang
dan belum menunjang terhadap sikap dan perilaku siswa.
Seharusnya
pendidikan budi pekerti sebaiknya diberikan mulai dari tingkat taman
kanak-kanak. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara
(1977:384) bahwa “Seorang anak pada waktu berumur 3,5 tahun sampai 7 tahun belum
memiliki budi pekerti yang tertentu, masih berjiwa global yang bertingkat
sederhana. Oleh sebab itu dapatlah kesan-kesan dari luar mempengaruhi tabiat
kanak-kanak yang menjadi pembawaannya sendiri didalam tumbuhnya jiwa anak untuk
seterusnya. Sangat jelaslah bahwa dalam masa kanak-kanak mudah menerima
kesan-kesan serta pengaruh-pengaruh dari luar jiwanya, kesan-kesan dan
pengaruh-pengaruh tersebut masuk kedalam jiwa kanak-kanak yang sangat
mempengaruhi hidup tumbuhnya untuk seterusnya, dengan anggapan bahwa bahwa jika
anak tidak baik dasarnya maka pendidikan budi pekerti sangatlah perlu agar
bertambah baik budi pekertinya dan kalaupun sudah baik dasarnya, pendidikan
budi pekerti masih sangat perlu, karena tidak jarang anak-anak yang baik
dasarnya karena pengaruh-pengaruh keadaan lingkungan yang buruk,maka bisa
menjadi tidak baik.
Kita
dapat menanggapi bahwa pendidikan budi pekerti diberikan mulai dari tingkat
taman kanak-kanak, dengan anggapan bahwa masa kanak-kanak adalah masa peka,
yaitu suatu masa dimana mudah menerima kesan-kesan yang akan mempengaruhi
pembentukan perilaku seterusnya. Masa kanak-kanakharus sudah diberikan
pendidikan budi pekerti yaitu melalui kebiasaan-kebiasaan bertingkah laku .
Dalam hal ini orang tualah yang pertama-tama melatih kebiasaan-kebiasan
anak dalam segala tingkah lakunya berdasarkan baik buruknya keyakinan yang
dianut menurut orang tuanya.
Pendidikan budi
pekerti yang diajarkan di tingkat sekolah Taman
kanak-kanak yaitu hanya melalui contoh-contoh serta pembiasaan-pembiasaan
seperti menganjurkan anak-anak untuk duduk yang baik, tidak mengganggu temannya
yang lain , membuang sampah pada tempatnya, menolong teman yang perlu ditolong.
Pendidikan budi pekerti yang diajarkan di Sekolah Dasar yaitu selain melalui
pembiasaan-pembiasaan,kepada mereka juga diberikan pengertian-pengertian
tentang apa itu budi pekerti. Pendidikan budi pekerti di tingkat Sekolah
Menengah disamping memberikan pengertian juga melatih mereka terhadap perilaku
yang disengaja seperti berpuasa, menahan hawa nafsu dan lain sebagainya.
Pengaruh
hidup keluarga terus menerus dialami oleh anak-anak terutama pada masa peka
atau berusia 3,5 tahun sampai dengan 7 tahun, seperti diketahui bahwa budi
pekerti dari tiap-tiap orang itu selain menunjukan pengaruh dari dasar
pembawaannya juga sebagian besar tergantung pada pengaruh-pengaruh dari
pengalaman-pengalaman pada masa tersebut, sesuai dengan pola hidup
masing-masing keluarga. Dalam hal ini orang tua sangat berperan dalam
pembentukan norma-norma serta pemberian kasih sayang melalui perhatian, namun
masyarakat masih menganggap bahwa tidak setiap orang tua dapat memberikan
kebutuhan akan perhatian yang cukup serta perilaku yang dapat dijadikan contoh
oleh seorang anak. Pendidikan budi pekerti tidak cukup diberikan di lingkungan
keluarga saja, dengan anggapan tidak setiap orang tua mampu memberikan
perhatian serta contoh perilaku yang baik terhadap anaknya. Maka dari itu,
perlunya pendidikan budi pekerti secara mendalam dalam lembaga-lembaga formal. Akan tetapi,
pendidikan budi pekerti tidak cukup diberikan melalui contoh perilaku
saja, dengan anggapan bahwa setiap guru mempunyai kemampuan yang berbeda dalam
menampilkan sosok yang dapat dijadikan contoh tauladan bagi siswanya.Disamping
itu pendidikan budi pekerti tidak cukup diberikan melalui mata pelajaran
tertentu seperti mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Pancasila,
dengan anggapan bahwa pendidikan budi pekerti akan menjadi salah satu sub pokok
bahasan saja dari mata pelajaran tersebut sehingga tidak akan efektip
dalam membangun kecerdasan moral siswa. Pendidikan budi pekerti perlu diberikan
secara khusus melalui jam-jam tertentu seperti bidang studi yang lain, dengan
begitu nilai yang terkandung dalam pendidikan budi pekerti itu dapat diberikan
dengan waktu yang cukup, sehingga siswa lebih banyak kesempatan untuk
memperoleh pengajaran mengenai pendidikan budi pekerti.
4.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan itu penulis dapat menarik kesimpulan tentang pentingnya pendidikan
budi pekerti. Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan budi pekerti
yang ada di sekolah-sekolah saat ini dianggap masih kurang menunjang. Dalam hal
ini pendidikan budi pekerti masih terintegrasi dengan mata pelajaran lain.
b. Pendidikan
budi pekerti tidak cukup diberikan di lingkungan keluarga saja. Pendidikan budi
pekerti perlu diberikan secara formal di sekolah-sekolah. Namun pendidikan budi
pekerti tidak cukup hanya melalui contoh-contoh perilaku saja dan tidak cukup
diberikan melalui mata pelajaran tertentu saja . Pendidikan budi pekerti perlu
diberikan secara khusus melalui jam-jam tertentu seperti bidang studi
yang lain.
2. Saran-Saran
Berdasarkan
hasil pembahasan serta kesimpulan mengenai pendidikan budi pekerti di
sekolah-sekolah, maka dapat ditemukan saran-saran sebagai berikut :
a.
Proses pendidikan di sekolah sangat membelenggu peserta
didik bahkan juga para guru. Hal ini bukan hanya formalisme sekolah dan bukan
hanya dalam hal administrasi, tetapi juga dalam proses belajar mengajar yang
cenderung sangat ketat. Disamping itu karena beban kurikulum yang sangat berat
dan hampir sepenuhnya diorientasikan pada pengembangan kognitif belaka.
Akibatnya
hampir tidak tersisa lagi ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan
imajinasi dan kreativitas kognitis, afeksi dan psikomotoriknya. Oleh karena itu
pemerintah dianjurkan untuk mengadakan evaluasi terhadap kurikulum sekolah yang
sedang berlaku saat ini.
b.
Pendidikan budi pekerti bukan hanya tanggung jawab
sekolah saja, tetapi juga tanggung jawab keluarga dan lingkungan social atau
masyarakat. Jadi meski sekolah misalnya menyelenggarakan pendidikan budi
pekerti, tetapi lingkungan keluarga atau masyarakat tidak menunjang, maka
pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah akan tidak banyak artinya. Oleh
karena itu keluarga sebagai lingkungan pendidikan pertama sudah tentu
bertanggung jawab dalam perkembangan perilaku anak. Orang tua dalam hal ini
harus dapat memberikan kebutuhan akan perhatian serta dapat memberikan contoh
perilaku yang dapat dijadikan tauladan bagi anaknya.
Dedi Supriadi
(2004) Membangun Bangsa Melalui Pendidikan . Bandung : Remaja Rosdakarya
Ki Hajar Dewantara
(1977) Pendidikan. Yogyakarta : majelis Luhur persatuan taman
Siswa.
Ngalim Purwanto
M.P (1987) Ilmu Pendidikan (Teoritis dan Praktis).Bandung Remaja
Karya.
Suharsini Arikunto
(1992) Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktis.Jakarta Rineka
cipta.
Winarno Surakhmad (1994) Pengantar Penelitian
Ilmiah.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking