BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pegerakan nasional adalah
perjuangan yang mengikutsertakan seluruh rakyat Indonesia. Latar belakang
timbulnya pergerakan nasional adalah rasa senasib dan sepenanggungan,
penderitaan rakyat akibat penjajahan, rakyat yang tidak mempunyi tempat untuk
mengadu nasib, adanya golongan terpelajar yang sadar akan perjuangan, dan
kemenangan jepang melawan rusia pada tahun 1905.
Nasionalisme
Indonesia dimulai sebenarnya dengan nasionalisme Islam”. Katanya lagi, “Sesuatu gerakan yang penting di Indonesia
mulanya adalah gerakan orang-orang Islam. Mereka yang bergerak di bawah
panji-panji yang bukan Islam kebanyakannya terdiri dari mereka yang telah
meninggalkan tempat buaian mereka semula, tempat mereka mula-mula sekali
mengecap asam garam pergerakan.
Hal ini dapat kita buktikan. Beberapa tokoh pergerakan
nasional terkemuka dari berbagai aliran berasal dari gerakan Islam. Untuk
aliran nasionalisme radikal Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat)
tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI). Soekarno sendiri pernah menjadi
guru Muhammadiyah dan pernah nyantri di bawah bimbingan Tjokroaminoto.
Bahkan beberapa tokoh-tokoh PKI zaman pergerakan nasional berasal dan
terinspirasi oleh perjuangan SI. Tan Malaka sendiri, yang menurut Kahin,
adalah seorang Komunis Nasionalis dan pendiri partai Murba, berasal dari SI
Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis
Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat (Poeze: 1988). Umat
Islam menduduki peran utama dalam gerakan politik dan militer. Semua perang
yang terjadi bersukma dari seruan jihad, perang suci. Sewaktu Pangeran
Diponegoro–pemimpin Perang Jawa–memanggil sukarelawan, maka kebanyakan mereka
yang tergugah adalah para ulama dan ustadz dari pelosok desa. Pemberontakan
petani menentang penindasan yang berlangsung terus-menerus sepanjang abad ke-19
selalu di bawah bendera Islam. Tindakan ini menyebabkan ia lebih dicintai dan
dihormati rakyatnya.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana latar
belakang berdirinya Jong Islamieten Bond.
2.
Bagaimana perkembangan
Jong Islamieten Bond pasca di dirikannya organisasi tersebut.
3.
Bagaimana peranan Jong
Islamieten Bond sebagai organisasi islam terhadap pergerakan nasional
Indaonesia.
4.
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui latar
belakang berdirinya Jong Islamieten Bond.
2. Untuk mengetahui perkembangan Jong Islamieten Bond.
3. Untuk mengetahui peranan Jong Islamieten Bond sebagai
bagian dari organisasi pemuda Islam di kancah pergerakan nasional Indonesia.
1.4
Manfaat
1. Sebagai sumber informasi dan
pengetahuan atas pegerakan pemuda Islam
khususnya Jong Islamieten Bond dalam pergerakan nasional Indonesia.
2. Sebagai motivasi untuk
melanjutkan perjuangan bangsa di masa sekarang dan selanjutnya dalam bentuk
yang berbeda.
3. Sebagai suatu pengalaman
bangsa atas persatuan dan kesatuan RI pada
masa penjajahan dan pergerakan nasional.
1.5
Metode
Adapun metode yang dilakukan
adalah dengan mengumpulkan buku-buku sumber yang berkaitan dengan Pergerakan Nasional Indonesia khususnya Jong Islamieten
Bond, kemudian
mencari informasi dari media cetak maupun media elektronik, semisal koran,
televisi, internet dll.
BAB II
PEMBAHASAN
Meningkatnya
radikalisme Pergerakan Nasional mempengaruhi Bergsma ditangkap dan diasingkan.
Tan Malaka memilih Jong Java untuk tak bergerak di bidang politik. Dalam
kongres ke-7, akibat pengaruh Sarekat Islam, usul ketua Jong Java Syamsuridjal
agar anggota yang sudah berusia 18 tahun diberi kebebasan berpolitik dan
memasukan program memajukan agama islam, mendapat tantangan dari anggota. Adanya
program memajukan agama Islam didorong oleh H. Agus Salim, seorang tokoh
Sarekat Islam dengan alasan peranan agama sangat besar dalam mencapai cita-cita
Indonesia. Usul ini di tolak dan yang menyetujui berpolitik, mendirikan Jong
Islamieten Bond (JIB) dengan agama sebagai dasar perjuangan.
Jong
Islamieten Bond didirikan pada tanggal 1 Januari 1925 atas prakarsa
Sjamsoeridjal dan didukung H. Agus Salim. Pergerakan Jong Islamieten Bond
didasarkan pada Islam dan nasionalisme Indonesia. Jong Islamieten Bond
berkembang menjadi suatu wadah untuk mendidik kaum muda Islam hingga menjadi
kader-kader yang mempunyai dasar keislaman yang kokoh dan Jong Islamieten Bond
menjadi suatu organisasi yang secara politik sangat penting dalam pergerakan
pemuda Islam dalam usaha untuk menumbangkan kekuasaan bangsa Belanda di Indonesia.
Peranan Jong Islamieten Bond sebagai bagian dari organisasi pemuda Islam di
kancah pergerakan nasional Indonesia tahun 1925-1942 antara lain (a) menggagas
nasionalisme Indonesia, (b) mendirikan Nationale Indonesische Padvinderij
(NATIPIJ) dan (c) meningkatkan derajat pendidikan.
Anggotanya
kebanyakan adalah golongan elit yang berpendidikan Barat yang masih ingin
memegang teguh keislaman. Dengan berdirinya Jong Islamieten Bond. S.M.
Kartosuwiryo terjun ke dalam politik ketika memasuki perhimpunan “Jong Java” di
Jakarta, dimana karena ketekunan dan keaktifannya ia pernah menjadi ketuanya.
Ketika anggota-anggota Jong Java yang lebih mengutamakan ke-Islam-annya keluar
dari Jong Java dan mendirikan Jong Islamieten Bond pada tahun 1925.
Kartosuwiryo pindah organisasi ini, dan tidak lama kemudian menjadi ketua
cabang Jong Islamieten Bond di Surabaya.
Sejak
tahun 1915 telah berdiri sejumlah besar organisasi kepemudaan bersifat
kedaerahan, seperti Tri Koro Darmo yang kemudian menjadi Jong Java (1915), Jong
Sumatranen Bond (1917), Jong Islamieten bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa,
Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Rukun dan Pemuda Kaum Betawi. Namun semua
organisasi tersebut bersifat kedaerahan dan kelompok khusus. Yang mungkin
sedikit berbeda adalah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang
berdiri setelah selesai Kongres Pemuda I pada tahun 1926. PPPI merupakan wadah
pemuda nasionalis radikal non kedaerahan. Tokoh-tokohnya adalah Sigit, Soegondo Djojopoespito, Suwirjo, S. Reksodipoetro,
Muhammad Yamin, A. K Gani, Tamzil, Soenarko, Soemanang, dan Amir Sjarifudin.
Atas prakarsa PPPI kongres ke II diadakan.
Dalam
penerbitan P.I (koran Pemoeda Indonesia) no 8 tahun 1928, terdapat artikel
dengan judul “KERAPATAN PEMOEDA-PEMOEDA INDONESIA”. Disitu dijelaskan :
Sebagaimana
yang telah diwartakan dalam P.I no.6 dan 7, di Jacatra telah diadakan kerapatan
besar Pemoeda-pemoeda Indonesia pada tanggal 27 dan 28 Oktober. Pimpinan
kerapatan ialah terdiri dari wakil-wakil, Perhimpunan Pelajar-pelajar
Indonesia, Pemoeda Indonesia, Pemoeda Soematera, Jong Java, Jong Celebes, Jong
Batak Pemoeda Kaum Betawi, Jong Islamieten Bond (JIB) dan Sekar Roekoen.
Selanjutnya juga diberitakan bahwa kerapatan dikunjungi beratus-ratus orang,
dimana bagi siapa yang menyaksikan sendiri akan berbesar hati karena
pemoeda-pemoeda kita bukan baru mencita-citakan saja, tapi telah tegak berdiri
dipusat persatuan dan kebangsaan . Dalam kesempatan inipun telah diperdengarkan
untuk pertama kali kepada umum oleh Pemoeda W.R.Soepratman, lagu INDONESIA RAJA.
Dalam
POETOESAN CONGRES PEMOEDA-PEMOEDI INDONESIA, tercatat bahwa Poetra dan Poetri
Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia. Poetra dan Poetri
Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Poetra dan Poetri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sebagai realisasi penyatuan ini,
pada tanggal 31 Desember 1930 jam 12 malam, Jong Java, Perhimpunan Pemoeda
Indonesia, Jong Celebes, Pemoeda Soematra (awalnya bernama Jong Sumatranen
Bond) telah berfusi menjadi satu dan membentuk Perkoempoelan “INDONESIA MOEDA”.
Para
anggota panitia Kongres Pemuda ke II, terdiri
dari pemuda-pemudi Indonesia yang dikemudian hari amat berperan dalam gerakan
pemuda yang memperjuangkan kebangsaan dan kemerdekaan. Diantaranya terdapat
nama, Soegondo Djojopoespito dari PPPI (ketua), Djoko Marsaid dari Jong Java
(wakil ketua), Muhammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond (Sekretaris), Amir
Sjarifudin dari Jong Sumatranen Bond (bendahara), Djohan Mu.Tjai dari Jong
Islamieten Bond. Kontjosoengkoeno dari P.I, Senduk dari Jong Celebes, J.Lemeina
dari Jong Ambon dan Rohyani dari Pemoeda Kaum Betawi. Panitia didukung
tokoh-tokoh senior seperti Mr.Sartono, Mr.Muh Nazif, A.I.Z Mononutu,
Mr.Soenario. Dalam kongres ikut berbicara tokoh-tokoh besar kebangsaan lainnya
seperti S. Mangoensarkoro, Ki Hadjar Dewantoro dan Djokosarwono. Hadir sebagai
undangan sekitar 750 orang dimana terdapat nama-nama yang kemudian terkenal
seperti Kartakusumah (PNI Bandung), Abdulrachman (B.O Jakarta), Karto Soewirjo
(P.B Sarekat Islam), Muh. Roem, Soewirjo, Sumanang, Masdani, Anwari, Tamzil, AK
Gani, Kasman Singodimedjo, Saerun (wartawan Keng Po), WR Supratman. Dari
Volksraad yang hadir adalah Soerjono dan Soekawati dan dari pihak Pemerintah
Hindia Belanda yang hadir adalah Dr.Pyper dan Van der Plas.
Jelas
bahwa kongres pemuda ke II dimana diikrarkan Sumpah Pemuda bukan pekerjaan
dalam sedikit waktu saja, dan terang juga bukan hasil usaha dari beberapa
gelintir orang saja. Hal ini merupakan
perjuangan panjang sejak Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908. Bahkan ada sebuah
peristiwa lainnya yaitu ketika tahun 1904 Dr A,Rivai lulus ujian dokter sebagai
Nederland Arts di Utrecht Belanda, pupus sudahlah anggapan jelek bahwa bangsa
Indonesia itu “Laksheid”. Kata ini amat sakit didengar karena berarti pemalas,
tidak punya kemauan bekerja atau berbuat sesuatu.
Setelah
Indonesia muda terbentuk, berarti pemuda Indonesia memiliki organisasi
kepemudaan nasional yang solid, kuat dan bercita-cita menuju kemerdekaan yang
lebih pasti. Anggota IM terdiri dari semua pemuda seperti anak-anak SLP, SLA,
sekolah khusus, kejuruan sederajat dan mahasiswa. Sejak tahun 1931 kongres demi
kongres diadakan sehingga lebih menampakkan eksistensinya. Nyatanya memang IM
tidak berafiliasi dengan partai politik.
Sejarah
kemudian membuktikan bahwa modal kejuangan diatas amat penting artinya pasca
penjajahan Jepang (1942-1945), dimana api Revolusi Kemerdekaan mulai dinyalakan
dengan kesadaran adanya kesatuan dan persatuan kebangsaan yang bermotifkan
pantang untuk dijajah kembali oleh kekuatan asing apapun bentuknya. Proklamasi
Kemerdekaan mengawali "Revolusi Pemoeda", dan berahir ketika penjajah
terahir di Indonesia yaitu Imperium Belanda menyatakan pengakuannya pada
Kemerdekaan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949. Tidak
sampai 1 tahun kemudian, RIS bubar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk
kembali pada tanggal 17 Agustus 1950.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi,
pergerakan nasional Indonesia terjadi di dalam berbagai aspek kehidupan baik
itu ekonomi, politik, social, budaya maupun agama. Terutama factor agama
yang sangat berperan besar dalam
pergerakan nasional terutama dalam meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan
berdirinya oraganisasi berlandaskan Islam seperti Jong Islamieten Bond sendiri
merupakan hasil gerakan pemuda dalam menciptakan suatu perkumpulan pemuda
muslim yang kelak akan tercetuslah “Sumpah Pemuda” pada tanggal 28 oktober 1928
sebagai hasil dari persatuan dan kesatuan dari berbagai organisasi di Nusantara
ini, yang akhirnya mengantarkan
Indonesia ke depan pintu kemerdekaan Indonesia.
3.2 Saran
Mungkin dalam pembuatan makalah yang kami
buat banyak kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis bersedia menerima
saran maupun kritik demi perbaikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Koran P.I.no.8 tahun 1928.
Yayasan Gedung Bersejarah, 45 tahun Sumpah
Pemuda, 1974, hal 59-60
Hanifah Abu, renungan tentang sumpah
pemuda.dalam Bunga rampai Soempah Pemoeda. Balai Pustaka.
Ngroho Notosusanto dkk. 1992. SNI III untuk SLTA.
Jakarta: Depdikbud.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking